KPK Himbau DPRD Tidak Meminta “Uang Jasa” Kepada Kepala Daerah dan OPD

Ketua KPK Firli Bahuri saat menghadiri Rakor program pencegahan korupsi terintegrasi di Provinsi Lampung di Aula Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Lampung, Senin (25/4/2022).

“Ini fakta yang terjadi di lapangan. Untuk itu, KPK mendalami mengapa korupsi masih ada”

PAMUNGKAS INDONESIA, LAMPUNG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menghimbau DPRD tidak meminta “uang jasa” kepada kepala daerah maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
saat dalam pembahasan anggaran. Hal ini guna menghimbau terjadinya tindak pidana korupsi.

Korupsi bisa terjadi di segala sektor kehidupan, mulai dari korupsi pada pembangunan infrastuktur, layanan kesehatan, pendidikan, hingga saat pemilihan kepala daerah, ” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat menggelar rapat koordinasi (Rakor) program pencegahan korupsi terintegrasi di Provinsi Lampung di Aula Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Lampung, Senin (25/4/2022).

Selain itu, Firli mengatakan bahwa setiap orang yang ingin mengikuti pemilu/pilkada justru butuh biaya mahal. Harus menyiapkan biaya lebih untuk pencalonannya, meski sering pula dibiayai oleh sponsor.

Para sponsor tersebut memberikan uang lantaran ada timbal balik ketika kandidatnya terpilih. Sehingga kepala daerah tersebut seperti “membayar hutang” pemilihan dengan menggunakan uang yang sumbernya dari APBD atau APBN, ” ujar dia

Belum lagi, kata Firli, DPRD meminta “uang jasa” kepada kepala daerah saat dalam pembahasan anggaran; kemudian kepala daerah melalui sekretaris daerah meminta uang kepada kepala dinas; lalu kepala dinas meminta uang kepada pemborong. Menurutnya, hal ini seperti lingkaran, terus berlanjut tidak terputus.

“Ini fakta yang terjadi di lapangan. Untuk itu, KPK mendalami mengapa korupsi masih ada. Apakah pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum efektif. Bagaimana pengawasannya, bagaimana punishment, apakah menimbulkan efek jera, dan bagaimana sistem serta regulasinya. Apakah masih ada celah korupsinya,” tegas Firli.

Firli merinci, praktik korupsi yang paling banyak terjadi adalah gratifikasi atau suap. Penyebabnya adalah banyak masyarakat yang tidak tahu, ketika menerima gratifikasi atau suap, dianggap sebagai suatu rejeki. Maka disinilah peran pencegahan korupsi harus lebih diefektifkan melalui sosialisasi nilai-nilai antikorupsi.

“Oleh karenanya KPK selalu berupaya bagaimana mengkampanyekan nilai-nilai antikorupsi. Mulai dari pendidikan antikorupsi sejak dini, hingga ajakan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran supaya tidak korupsi,” pungkas Firli.

Rangkaian kegiatan koordinasi KPK di daerah ini dilanjutkan dengan temu Penyuluh Antikorupsi (Paksi) Prov Lampung. Paksi merupakan agen perubahan yang berkolaborasi bersama KPK melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi di masyarakat.

KPK bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) melakukan sertifikasi kepada para Paksi agar kompetensinya terukur dan diakui secara legal. Paksi punya peran strategis dalam memberi penerangan dan menggerakkan masyarakat untuk mencegah korupsi dengan mengembangkan budaya antikorupsi, sehingga diharapkan visi masyarakat Indonesia yang berbudaya hukum pada tahun 2045 dapat tercapai.

Sementara, sesuai aturan fungsi dan tugas DPRD dilarang bermain proyek dengan pemerintah daerah. Namun diduga masih ada anggota DPRD mendapat jatah pekerjaan proyek di pemerintahan. (PI/Red) 

 

BACA JUGA:  Dirjen Dukcapil : Adminduk Pembuatan E-ktp Gratis, Kalau Ada Pungli Kita Jewer Rame-rame

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *