LAMPUNG, PAMUNGKAS INDONESIA.ID – Benny N.A. Puspanegara, pemerhati kebijakan hukum dan pelayanan publik menyikapi diterbitkan Keputusan Surat Keputusan (SK) Gubernur Lampung Nomor G/816/V.25/HK/2024 tentang Penyesuaian HET LPG 3 Kilogram di Lampung, yang ditandatangani oleh Pj Gubernur Lampung Samsudin pada 29 Oktober 2024.
Harga eceran tertinggi (HET) Elpiji subsidi 3 kilogram atau Elpiji Melon di Provinsi Lampung yang semulanya dengan harga Rp 18 ribu naik menjadi Rp 20 ribu per tabung.
Namun, Benny N.A. Puspanegara menyampaikan sering terjadi permasalahan dalam distribusi barang bersubsidi, terutama gas LPG, yang seharusnya diperuntukkan untuk masyarakat dengan harga yang terjangkau. Terlihat ada penyalahgunaan alur distribusi oleh pangkalan dan agen.
“Seperti pelanggaran kuota Distribusi ke Warung.Seharusnya, pangkalan hanya diperbolehkan menyalurkan 10% dari total tabung ke warung, namun realitanya lebih dari itu. Hal ini menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga di masyarakat, ” ujar Benny, Minggu (12/1/2025).
Hal ini, Menurutnya kurangnya pengawasan dari Pemda dan Pertamina. Ketidakpedulian pemerintah daerah dan Pertamina membuat praktik seperti ini terus berlangsung. Pemda seharusnya melakukan inspeksi rutin untuk memastikan aturan distribusi berjalan sesuai ketentuan.
“Adanya praktik curang oleh Agen dan Pangkalan. Agen sering bekerja sama dengan pangkalan untuk mendistribusikan LPG lebih banyak ke warung, yang dapat dijual dengan harga jauh di atas HET (Harga Eceran Tertinggi). Hal ini jelas melanggar aturan yang berlaku, ” tegasnya
Persoalan ini, kata Benny, harus ada solusi yang bisa dilakukan. Pengawasan ketat oleh Pemerintah Daerah. Pemda perlu membentuk tim pengawas khusus untuk memantau distribusi LPG di pangkalan dan memastikan kuota 10% ke warung tidak dilanggar. Jika melanggar sanksi tegas bagi Pangkalan dan Agen.
“Pangkalan atau agen yang terbukti melanggar aturan distribusi harus diberikan sanksi, seperti pencabutan izin operasional, ” imbuhnya
Benny berpesan, transparansi kuota dan distribusi. Pertamina dapat mengembangkan sistem digital berbasis aplikasi untuk memantau distribusi LPG secara real-time. Masyarakat juga bisa melaporkan penyimpangan.
“Sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak mereka terhadap LPG bersubsidi dan cara melaporkan pelanggaran dapat membantu mendorong transparansi. Jika dibiarkan, situasi seperti ini akan terus merugikan masyarakat kecil, yang sangat bergantung pada LPG bersubsidi untuk kebutuhan sehari-hari, ” pungkasnya. (Bayu)