Hutan Gundul di Kawasan TNBBS, Warga Suoh Dukung Gubernur Lampung Sikat Perambah

Pemaparan tentang lokasi kawasan TNBBS oleh mantan Kepala TNBBS, Ismanto dan perjanjian penandatanganan berita acara dukungan penertiban perambah. Foto tim

Lampung, pamungkasindonesia.id – Seluruh masyarakat Kecamatan Suoh, Lampung Barat, memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dalam menertibkan perambah di kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Dukungan ini muncul karena aktivitas perambahan telah menyebabkan kerusakan parah, termasuk hutan gundul dan banjir saat musim hujan.

Simon (56), warga Suoh yang hadir dalam kunjungan Gubernur di Lapangan Balai Dewa, Pekon Suka Marga, Minggu (27/4/2025), menuturkan keresahan masyarakat. Menurutnya, perambahan di kawasan TNBBS sudah berlangsung lama dan banyak dilakukan oleh pendatang dari luar daerah.

“Saya tinggal di sini sejak 1985. Dulu hutan sangat lebat, sekarang gundul. Pendatang membuka lahan dan membawa sanak saudaranya untuk bercocok tanam di kawasan konservasi. Akibatnya, habitat satwa terganggu, sehingga sering terjadi konflik dengan manusia. Banyak korban jiwa akibat serangan harimau, yang kami sebut ‘Pak Kumis’,” ungkap Simon.

Ia juga mengeluhkan kurangnya ketegasan pemerintah dalam menindak para perambah. “Kalau hanya sosialisasi tanpa tindakan, tidak akan ada solusi. Harus ada ketegasan, perambah harus dipulangkan,” tegasnya.

Simon dan warga lainnya menyambut baik komitmen Gubernur untuk menertibkan kawasan dan telah menandatangani kesepakatan mendukung upaya tersebut.

Sejumlah tokoh masyarakat, seperti Darso dari Pekon Srimulyo dan Taksan dari Pekon Gunung Ratu, juga menyatakan hal senada. “Kami mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam melindungi satwa dan manusia,” ujar mereka.

Kondisi TNBBS Saat Ini

Mantan Kepala Balai Besar TNBBS, Ismanto, yang kini digantikan Hifzon Zawahiri, menjelaskan bahwa TNBBS mencakup 313.000 hektare wilayah di dua provinsi, yaitu Lampung dan Bengkulu. Di Lampung, kawasan ini meliputi Kabupaten Tanggamus, Pesisir Barat, dan Lampung Barat.

Ismanto memaparkan bahwa degradasi kawasan sudah terjadi sejak 1972 dan meningkat pascareformasi 2000. Saat ini, sekitar 46.000 hektare kawasan telah dirambah. Di Lampung Barat sendiri, dari 55.000 hektare, 24.000 hektare telah rusak.

BACA JUGA:  Akan Segera Dilantik Sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, Mirza-Jihan Berkesempatan Ketemu Mendagri

Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari patroli rutin, pembersihan tanaman invasif, hingga reboisasi terbatas karena keterbatasan anggaran. Kerja sama lintas sektor, termasuk TNI, Polri, dan masyarakat, dinilai sangat penting untuk menjaga kelestarian kawasan.

Satgas penanganan konflik manusia-satwa telah dibentuk sejak 2021, mengingat tingginya interaksi negatif dengan satwa liar seperti gajah, harimau, dan beruang madu. Pemantauan terhadap kelompok gajah bahkan sudah menggunakan GPS collar.

“Menjaga TNBBS tidak cukup hanya dengan mengamankan kawasan inti. Sinergi dengan semua pihak, termasuk pengelolaan hutan penyangga dan kawasan sekitar, mutlak diperlukan,” tegas Ismanto.

Untuk mendukung Perpres No. 5 Tahun 2024, saat ini pendekatan sosial terhadap masyarakat di kawasan Suoh terus dilakukan, termasuk pemetaan 1.600 hektare lahan dan pendataan 1.923 unit gubuk liar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *