LAMPUNG, PAMUNGKASINDONESIA.ID – Dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggaran daerah kembali mencuat. Sebanyak 19 pegawai honorer di Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Pemda Kabupaten Pesawaran yang diduga masuk tanpa prosedur resmi pada tahun 2023 hingga 2024 tetap digaji menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Praktik ini dinilai melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang secara tegas melarang perekrutan tenaga honorer setelah pemutakhiran database pegawai.
Dugaan keberadaan “honorer siluman” ini terungkap setelah adanya laporan dari berbagai pihak yang mencurigai adanya pegawai non-ASN yang tidak terdaftar dalam sistem administrasi kepegawaian. Ke-19 tenaga honorer ini disebut-sebut direkrut secara diam-diam oleh sejumlah instansi di lingkungan pemerintah daerah tanpa adanya seleksi resmi dan tanpa melalui mekanisme yang sah.
“Padahal sejak akhir 2022, pemerintah pusat sudah menginstruksikan penghentian rekrutmen honorer. Semua pegawai harus terdata dalam sistem yang valid, baik sebagai ASN maupun PPPK. Namun, yang terjadi di daerah ini justru sebaliknya, masih ada tenaga honorer yang masuk tanpa prosedur,” ungkap seorang sumber di lingkungan pemda Kabupaten Pesawaran kepada media Group Trans Sarana Berita (Trabas) yang enggan disebutkan namanya, Kamis (20/2/2025).
Menurutnya, pegawai honorer tersebut diduga dipekerjakan atas dasar hubungan personal dengan pejabat atau kepala dinas tertentu. Keberadaan mereka tidak hanya mencederai aturan yang berlaku, tetapi juga berpotensi membebani keuangan daerah.
Sudah jelas ini Langgar Undang-Undang ASNPasal 66 dalam UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN menegaskan bahwa instansi pemerintah dilarang merekrut tenaga honorer setelah dilakukan pemutakhiran data pegawai. Pemerintah pusat telah mengamanatkan bahwa mulai 2023, status kepegawaian di instansi pemerintah hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pelanggaran aturan ini dapat berimplikasi serius bagi pemerintah daerah yang tetap mempekerjakan tenaga honorer di luar mekanisme yang telah ditetapkan. Tidak hanya berpotensi menimbulkan kerugian keuangan daerah, tetapi juga bisa berdampak hukum bagi pejabat yang terlibat dalam rekrutmen ilegal ini.
“Informasi saya dapat juga belum jelas. Apakah ke 19 honorer tersebut sudah di pecat atau belum, ” pungkasnya. (Tim)