Lampung Butuh Dukungan APBD Lebih Besar, Bukan Sekadar Bertahan dari Dana Transfer

PamungkasIndonesia.id – Provinsi Lampung telah mencatatkan dirinya sebagai wilayah dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Pulau Sumatera setelah Sumatera Utara. Namun, di balik fakta demografis tersebut, tersembunyi ironi fiskal yang tak kunjung teratasi: kecilnya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) jika dibandingkan dengan kebutuhan nyata penduduk yang terus bertambah.

Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengungkapkan bahwa rasio APBD terhadap jumlah penduduk di Lampung merupakan yang terendah di Sumatera. Total APBD kabupaten/kota hanya sekitar Rp32 triliun, dan PAD di tingkat provinsi pun hanya 59 persen dari APBD yang berjumlah Rp8,3 triliun. Di banyak kabupaten, PAD bahkan tidak mencapai 10 persen—bahkan ada yang hanya 3 persen. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah gambaran nyata lemahnya kapasitas fiskal daerah dalam memenuhi kebutuhan dasar warganya.

Masalah tidak berhenti di situ. Struktur belanja daerah yang timpang, di mana hingga 80 persen APBD terserap untuk belanja pegawai, menunjukkan betapa minimnya ruang untuk belanja produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Belanja wajib, seperti gaji dan tunjangan pegawai, telah memakan sebagian besar ruang fiskal hingga dalam beberapa kasus, belanja mencapai 105 persen dari APBD. Artinya, daerah terpaksa ‘berhutang pada masa depan’ karena tidak ada lagi ruang anggaran untuk pembangunan esensial.

Padahal, Lampung bukan provinsi tanpa potensi. PDRB Lampung pada 2024 tercatat sebesar Rp483,8 triliun, terbesar keempat di Sumatera. Sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan menyumbang lebih dari separuh struktur ekonomi provinsi ini. Namun pertumbuhan ekonomi yang stabil tidak serta-merta diikuti oleh peningkatan kapasitas fiskal. Di sinilah ketimpangan struktural terlihat nyata: daerah produktif dengan kontribusi signifikan ke ekonomi nasional, tetapi tertatih-tatih mengelola anggaran publik karena ketergantungan pada dana transfer dari pusat.

BACA JUGA:  Tender Jalan Rumbia Sudah Selesai Bulan Februari, Sekdaprov : "Maaf Baru Dikerjakan Habis Lebaran"

Apakah ini adil? Tentu tidak. Maka, menjadi sangat penting bagi pemerintah pusat untuk meninjau kembali sistem alokasi anggaran nasional, termasuk skema Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Provinsi dengan beban penduduk besar dan kebutuhan infrastruktur tinggi seperti Lampung seharusnya mendapatkan afirmasi fiskal yang lebih besar, bukan hanya menyesuaikan diri dengan formula yang seragam.

Sudah saatnya pemerintah pusat tidak lagi melihat daerah hanya sebagai penerima anggaran, tetapi sebagai mitra strategis dalam pembangunan nasional. Lampung butuh lebih dari sekadar bertahan dari dana transfer. Ia butuh keadilan fiskal agar bisa membangun masa depan yang setara dan berdaya saing. (*)

Oleh: Bayumi Adinata
Pimpinan Redaksi Trabas.co & PamungkasIndonesia.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *